Aneka
Sarah Tsunami, Melawan Kebutaan (Bag 1)
- Detail
- Diterbitkan pada Jumat, 26 September 2014 15:56
- Ditulis oleh Harri Safiari
- Dilihat: 25839
Kuningan Terkini - Pertengahan Agustus 2014 telepon genggam Nurhadi, Ketua Harian DPW LSM CADAS (Ciri Aspirasi Dari Abdi Sanagara) di Sekretariat Jl. Diponegoro No. 23 Bandung berdering. Di seberang sana Juju Juariah (43), berkeluh-kesah perihal nasib putrinya Sarah Tsunami (8) penyandang keterbatasan penglihatan, low vision.
“Penglihatan Sarah makin menurun. Bacaan huruf di buku tak jelas lagi. Belum lagi harus beli seragam sekolah. Mau ke Cicendo (RS Mata - red) Bandung, tak punya ongkos. Padahal, waktunya ganti kacamata sudah cukup lama lewat. Harus gimana ya, makan sehari-hari saja susah,” keluh Juju sendu yang tuna netra sejak usia kelas 3 SD.
Belakangan, keluhan Juju ini disadari, tak lain – ingin bersegera mengobati mata putrinya, Sarah lebih jelas membaca buku! Keluarga Sarah kini tinggal di rumah semi permanen berukuran kira-kira 40 meter persegi berlantai tanah padat bersama ibu dan ayahnya Utan (63), buruh tani serabutan. Kakak tirinya Supriatin (17) jebolan SMP kelas satu, yang tinggal serumah pun masih coba-coba mencari pekerjaan.
Praktis, penghasilan keluarga ini hanya mengandalkan keterampilan Juju sebagai pemijat panggilan. Rumah ini, letaknya sekitar 5 kilometer dari area rumahnya terdahulu yang hancur diterjang tsunami 8 tahun lalu. Tepatnya mereka tinggal di Kampung Bantarsari, Desa Bojong, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Sarah kini sudah duduk di kelas dua SDN 2 Bojong di Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. “Saya pengen baca buku banyak-banyak sekali. Tapi kepala Sarah kenapa ya suka puyeng?,” itu katanya pada bulan Januari 2014 lalu kala pertama kali memperoleh bantuan kacamata tebal berspesifikasi plus 11,5 dan minus 1,5 dari RS Mata Cicendo Bandung.
Celotehan Sarah tentang matanya terlontar ketika LSM CADAS dan beberapa relawan sempat mengantarkan keluarga ini rekreasi ke Kebun Binatang Bandung (KBB). Sebelumnya, memang ada semacam “nazar” Sarah ketika mengurus sumbangan kacamata pertama pada bulan Januari 2014.
”Kalau sudah punya kacamata, aku mau ke Kebun Binatang Bandung, lihat maung (harimau) dan gajah, juga ular besar. Pasti rame ya?,” katanya.
Nazar Sarah sudah kesampaian, walaupun saat ke KBB masih belum berkacamata, karena untuk memakainya harus menunggu pembuatannya yang memakan waktu paling sedikit seminggu lamanya.
“Yang penting Sarah bisa naik gajah di kebun binatang. Ini akan jadi bahan dongengan menarik baginya. Bisa bercerita ke teman-temannya,” kata salah satu relawan Diah Puspitasari Momon mitra LSM CADAS yang pernah memfasilitasi Sarah selama di Bandung.
Tersebab keluhan terakhir Juju kepada Nurhadi, sontak beredar kabar diantara pengurus dan anggota LSM CADAS hari itu yang selama ini giat memperjuangkan hak sipil dan lingkungan hidup – Bagaimana mengupayakan agar keluarga Sarah bisa ke Bandung? “Kalau sudah disini, kita bisa gudar-gedor (upaya darurat) mengetuk banyak kalangan”, kata Nurhadi dengan mimik sedikit kesal karena keterbatasanya. Masalahnya, bagaimana segera menghadirkan Sarah di Bandung? Bersambung…..(Harri Safiari)