Oleh: Yusron Kholid. (Cicit ke 6 dari Eyang Hasan Maulani, dengan nasab, Yusron Kholid Bin Kyai M. Oban Shobari Bin Kyai Jamali Bin Kyai Ijmali Bin Kyai Imamuddin Bin Kyai Eyang Hasan Maulani. Tinggal di Kuningan Jawa Barat).
Perlawanan yang dilakukan Eyang Hasan Maulani hampir bersamaan dengan perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro Jawa Tengah. Bahkan para sepuh dari keluarga sering menceritakan, tidak sedikit utusan pasukan dari Jawa Tengah yang meminta ilmu khusus kepada Eyang Hasan Maulani.
Sementara, Eyang Hasan Maulani bukanlah sosok pejuang phisik secara langsung, melainkan sosok ulama yang memiliki pengaruh luar biasa seperti seniornya yakni Syech Abdul Muhyi dari Pamijahan Tasikmalaya. Eyang Hasan Maulani paham dengan kondisi rakyat pegunungan yang belum siap mengangkat senjata secara terbuka. Karenanya, Eyang Hasan Maulani lebih memilih melakukan perlawanan melalui cara pendalaman aqidah serta kajian kejuangan dan amal nyata dalam membentengi ummat dari bahaya penindasan dan perbudakan.
Apabila bertani, tentu hasil pertanian itu harus dinikmati para petani dan sebagian lainya diberikan kepada mereka yang kurang mampu, ketimbang diberikan kepada penjajah dalam bentuk upeti. Begitupula kepatuhan dalam mengamalkan ajaran agama, wajib diatas segala bentuk tekanan kolonialis Belanda.
Perlawanan melalui peneguhan aqidah wal amaliyah, ternyata cukup membikin pemerintah Belanda dipusingkan, terlebih ketika para pengikut ajaran Eyang Hasan Maulani yang berfaham tarekat Satariyah semakin berkembang diwilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hampir seluruh Pondok pesantren yang ada melakukan perlawanan dengan cara menjadikan pasantren sebagai besik penyusunan strategi pertahanan dan menyebaran dakwah islam yang secara politik menjadi sistem kaderisasi bagi pemenuhan hak dasar berbangsa menuju kemerdekaan hakiki, karena penjajahan diatas bumi secara nyata telah melanggar nilai nilai kemanusiaan dan keadilan.***